Nkrinow- Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gapoktindo), Aip Syarifuddin, mendukung penuh program peningkatan kedelai lokal oleh pemerintah. Dia menyebut para perajin tahu tempe bersedia membeli kedelai lokal.
Aip mengakui bahwa selama ini para perajin tahu tempe cenderung menggunakan kedelai impor. Sebab, harganya relatif murah di angka Rp 7.000 hingga Rp 7.500. Selain itu, kedelai impor juga lebih bersih, lebih rapi, dan lebih bisa mengembang jika digunakan untuk membuat tempe.
“Sedangkan kedelai lokal pada umumnya kurang bersih. Tidak standar besar kecilnya,” kata Aip kepada Tempo, Selasa, 20 September 2022.
Meski begitu, menurut dia, kedelai lokal memiliki kandungan protein dan gizi yang lebih bagus daripada kedelai impor. “Kalau dibuat tahu juga lebih bagus.”
Aip menegaskan bahwa para perajin bersedia menampung kedelai lokal. Apalagi kebutuhan kedelai untuk tahu bisa mencapai kurang lebih 10 juta ton per tahun.
Sedangkan untuk tempe, kata dia, perajin membutuhkan sekitar 2 juta ton kedelai per tahun. Oleh sebab itu, dia ingin ketersediaan kedelai lokal harus ada setiap hari, baik di petani, Bulog, maupun Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Karena anggota kami ada yang belanja 50 sampai 100 kilogram per hari,” kata Aip. “Selama ini kedelai lokal sering tidak ada stok,” ungkapnya.
Untuk mendukung produksi kedelai lokal, Bapanas akan merumuskan harga acuan pembelian kedelai lokal. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, penetapan harga acuan bisa memacu petani agar lebih bersemangat menanam.
Harga acuan pembelian kedelai ini nantinya berkisar Rp 10.000 per kilogram. Arief menyebut kisaran harga ini harus menguntungkan petani.
Arif mengatakan Presiden Jokowi sebelumnya memberi arahan agar kebutuhan kedelai di Indonesia tidak bergantung pada kedelai impor. Karenanya, Kementerian Pertanian mesti meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Upaya yang dilakukan di antaranya dengan menanam bibit varietas unggul, bahkan jika perlu menggunakan bibit produk rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO).
“Dengan menggunakan bibit GMO diharapkan produksi kedelai per hektare dapat meningkat dari 1,6 sampai 2 ton per hektare menjadi sekitar 3,5 sampai 4 ton per hektare,” kata Arief dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa, 20 September 2022.
Untuk mendorong peningkatan produksi kedelai, lanjut Arief, Kementerian Pertanian saat ini menyiapkan perluasan lahan tanam pertanian. Targetnya hingga 600 ribu hektare produksi yang dilakukan secara bertahap. Di antaranya melalui optimalisasi lahan di Konawe, Sulawesi Tenggara, seluas 30 hektare.
“Untuk meningkatkan daya saing produksi kedelai dalam negeri, pemberlakuan kebijakan tarif impor kedelai juga besarannya akann segera ditentukan,” kata Arief.