NKRINOW- Kasus suap kardus durian di Kemenakertrans pada 2011 yang menyeret nama Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dengan kapasitasnya sebagai Menakertrans disinggung oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Dalam kasus yang melibatkan dua pejabat Kemenakertrans dan seorang swasta, nama Cak Imin diungkap sebagai pihak yang bakal menerima suap Rp1,5 miliar dalam kardus durian untuk mempermulus pengerjaan proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) di Papua. Namun hingga tingkat kasasi ketiga terdakwa, jaksa KPK gagal membuktikan keterlibatan Cak Imin.
Firli menegaskan penuntasan kasus tersebut menjadi salah satu fokus badan antikorupsi. Dia tak sungkan juga menyebut kasus tersebut merupakan perkara lama dan meminta media untuk ikut mengawal tindaklanjutnya. “Perkara lama yang disebut kardus durian ini juga menjadi perhatian kita bersama. Tolong kawal KPK, ikuti perkembangannya. KPK pastikan setiap perkara disampaikan kepada rekan-rekan semua,” ujar Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Dia juga menegaskan penanganan perkara di KPK dilaksanakan sesuai prosedur hukum, tidak berdasarkan pesanan untuk menarget seseorang menjadi tersangka. “Tugas KPK, penyidik mengumpulkan keterangan, mencari bukti-bukti untuk membuat terang suatu perkara pidana, baru kita temukan tersangka. Di saat itu lah kita umumkan kepada rekan-rekan semua,” ujar Firli.
Kasus suap kardus durian diungkap oleh KPK pada masa kepemimpinan Busyro Muqoddas yang terpilih menjadi pengganti Antasari Azhar. Penyidik KPK menangkap Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT), I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemnakertrans, Dadong Irbarelawan, pada 25 Agustus 2011 karena menerima suap dari kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, dengan alat bukti uang Rp1,5 miliar.
Sementara itu pernyataan Ketua KPK yang akan membuka kembali kasus ini mendapat apresiasi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“PBNU mempersilahkan dan siap mengawal KPK untuk memeriksa kembali kasus-kasus lama yang menjadi perhatian publik,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imron Rosyadi Hamid, Jumat (28/10/2022). “Karena korupsi merupakan ekstra ordinary crime yang merugikan rakyat,” sambungnya,
KPK kata dia tidak boleh tebang pilih dalam memeriksa kasus lama yang menjadi perhatian publik karena apa yang dilakukan KPK terhadap kasus Tanah Bumbu yang menjerat Bendahara Umum PBNU Mardani Maming jauh lebih dulu terjadi (2011) daripada kasus Kardus Durian (2014).
“Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk memberikan perlakuan yang berbeda,” ujarnya. Dia menegaskan, PBNU akan selalu memberikan dukungan kepada semua penegak hukum. “Termasuk KPK dalam rangka memberantas dan melakukan pencegahan terhadap kejahatan korupsi,” pungkasnya.