NKRINOW- Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan masih mengalami perlambatan pada tahun 2022 dan 2023 sebagai akibat dari tantangan The Perfect Storm dalam perekonomian global saat ini yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga setahun mendatang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri pada triwulan III tahun 2022 masih mampu mencatatkan kinerja impresif sebesar 5,72% (yoy), seiring dengan tingkat inflasi yang juga memperlihatkan penurunan menjadi ke 5,71% (yoy) di bulan Oktober 2022. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara ”the bright spot in the dark” dalam perekonomian global.
”Secara spasial, pertumbuhan Indonesia juga membaik. Yang tertinggi yakni wilayah Sulawesi (8,24%), Maluku dan Papua (7,51%), kemudian diikuti oleh Bali-Nusa Tenggara, Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Di Sulawesi, Maluku, dan Papua, didorong oleh harga mineral yang tinggi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual dalam acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas 2022 yang diselenggarakan oleh SKK Migas, Kamis (24/11).
Pada kesempatan tersebut, Menko Airlangga mengapresiasi para pelaku usaha serta Kementerian/Lembaga terkait yang telah berpartisipasi secara aktif dalam industri hulu minyak dan gas. Pertemuan 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas 2022 diharapkan dapat meningkatkan awareness dan sinergi antar para pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan investasi dan dukungan untuk pencapaian target produksi minyak 1 juta BOPD (Barrel Oil Per Day) dan gas bumi 12 BSCFD (Billion Standard Cubic Feet Per Day).
Terkait target tersebut, Menko Airlangga mengatakan bahwa peningkatan produksi migas di dalam negeri merupakan cita-cita bersama sehingga SKK Migas perlu melakukan langkahlangkah tertentu. Kebutuhan terhadap insentif dan fasilitas, baik fiskal dan non fiskal juga perlu dibahas bersama antar para pemangku kepentingan, melihat beberapa proyek, termasuk Proyek Kilang Gas Alam Cair (LNG) Masela di Maluku, yang juga mengalami kelambatan.
”Target tersebut sangat berpengaruh terhadap penerimaan negara dan juga terhadap ekspor Indonesia. Sekarang ini ekspor Indonesia neracanya positif, namun neraca perdagangan migas secara bulanan negatif,” ungkap Menko Airlangga. Menko Airlangga mengatakan bahwa tantangan tersebut merupakan keniscayaan yang harus dihadapi bersama agar investasi di bidang industri hulu migas tetap berjalan secara kondusif.
Kolaborasi antar pemangku kepentingan diharapkan bisa lebih baik lagi agar target-target yang telah dicanangkan dapat tercapai. Kemudian, Menko Airlangga juga menjelaskan terkait KTT G20 yang telah menghasilkan G20 Bali Leader’s Declaration yang merupakan kesepakatan kerja sama para Kepala Negara di berbagai bidang, salah satunya transisi energi, terutama dengan menerapkan kebijakan energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Proyek kerja sama yang telah diinisiasi antara lain mencakup Carbon Capture, Utilization and Storage, serta Carbon Capture and Storage (CCUS-CCS), Capacity Building Program in Renewable Energy, Climate Finance Leadership Initiative, Green Hydrogen Initiatives, Climate Investment Fund. Selain itu, pada KTT G20 juga
telah disepakati arah transisi energi.
Menko Airlangga mengatakan bahwa di tengah situasi geopolitik yang masih tidak menentu, terutama perang Rusia-Ukrania yang belum berakhir, pelaksanaan transisi energi tidaklah mudah. Hal tersebut dilihat dari fluktuasi dan tingginya harga energi, terutama gas, termasuk harga BBM di Indonesia. Lebih lanjut Menko Airlangga menyampaikan bahwa berbagai hal dapat menjadi faktor pendorong terhadap percepatan pelaksanaan transisi energi seperti penetrasi energi terbarukan di dalam bauran energi, peningkatan teknologi penyimpanan energi, serta dukungan Pemerintah dalam pemberian fasilitas dan insentif terhadap berbagai upaya percepatan transisi energi.
”Pada KTT G20, telah disepakati arah transisi energi yaitu mengubah dan mendiversifikasi sistem energi dengan cepat, memajukan keamanan dan ketahanan energi serta stabilitas pasar, dan mempercepat dan memastikan transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif serta aliran investasi berkelanjutan,” pungkas Menko Airlangga.