NKRINOW- PDIP mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup karena sistem proporsional punya banyak dampak negatif. PDIP mengatakan, sistem proporsional terbuka mengakibatkan kemunduran demokrasi karena memunculkan praktik politik uang, liberalisasi demokrasi, demokrasi transaksional, dan pengondisian demokrasi.
Terbukti, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto baru-baru ini mengungkap kerugian pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka yang telah disepakati mayoritas partai politik di Tanah Air.
Menurutnya, pemilu sistem proporsional terbuka dapat menyebabkan skor party-id atau identifikasi masyarakat terhadap partai politik (parpol) menjadi menurun. Padahal, partai politik membutuhkan kepercayaan dari masyarakat untuk memenangkan pemilu.
“Ini tolok ukurnya kepuasan masyarakat sangat rendah. Di satu sisi, ini tantangan buat parpol untuk membangun trust,” kata Hasto seperti dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
“Di sisi lain, ini salah satu sebabnya liberalisasi politik dan sistem proporsional terbuka yang menyebabkan party-id tereduksi oleh elektoral individual-individual yang seringkali tidak membawa platform dan ideologi parpol,” sambungnya.
Faktor itu, kata anak buah Megawati ini, menjadi alasan mengapa PDIP terus mendorong agar pemilu digelar dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hasto pun turut menjelaskan keuntungan pemilu dengan sistem proporsional tertutup adalah terkait kualitas sosok pemimpin. Sistem proporsional tertutup membuat setiap pemimpin legislatif wajib melakukan persiapan, dan tidak bisa hanya bermodal elektoral ataupun popularitas.
Apabila calon pemimpin merupakan calon yang populer, maka ia harus memahami fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR dengan baik jika ingin terpilih. “Partai punya tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan partai tidak bisa terlepas dari kepentingan rakyat itu,” terang Hasto. “Kita melihat pendidikan kita tertinggal, maka partai memberikan sentuhan bagaimana politik pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa. Ini harus dijawab juga oleh partai melalui kebijakan-kebijakan politiknya,” tandasnya.
Sebagai informasi, hingga sekarang secara umum skor party-id seluruh parpol di Indonesia masuk dalam kategori rendah, yakni 6,8 persen. Kendati demikian, Hasto tetap menyatakan pihaknya mengapresiasi hasil riset yang menemukan PDIP menjadi parpol yang paling unggul dalam skor party-id.
Adapun pendapat Hasto juga diamini oleh pengamat politik dari Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi. Dalam kesempatan yang sama, ia berpendapat skor party-id yang rendah pada parpol itu memang berkaitan dengan hilangnya sistem proporsional tertutup.
Sebagai contoh, saat Pemilu 1999, Indonesia masih menerapkan sistem proporsional tertutup. Hal itu membuat skor party-id masih di atas 80 persen. Namun ketika proporsional terbuka diperkenalkan pada tahun 2009, tingkat kedekatan partai dengan pemilih itu turun, bahkan mencapai sekitar 20 persen.
“Pertanyaannya kenapa? Karena dalam proporsional tertutup itu yang bertarung adalah partai, karena orang nyoblos partai,” jelas Burhanuddin.
“Tapi dalam sistem proporsional terbuka, itu aktor atau pemainnya bukan hanya partai, tapi caleg-calegnya pun bertarung. Ketika para caleg bertarung, tidak ada insentif untuk mempromosikan ideologi partai,” lanjutnya.
Terlepas dari itu, Burhanuddin turut menyampaikan jika pemilu sistem proporsional tertutup memang memiliki kelemahannya. Ia pun turut menawarkan mixed proporsional system, yakni satu formula yang menyatukan kelebihan proporsional tertutup dan terbuka.
Ia mencontohkan sistem seperti itu pernah dilakukan di Jerman yang memiliki 299 daerah pemilihan. Setiap pemilih diberi dua kertas suara, yaitu satu untuk memilih partai dan satu kertas lainnya untuk memilih caleg.
“Kenapa dua? Satu buat kader partai bisa masuk melalui jalur partai. Tetapi untuk kedaulatan pemilih, mereka diberi peluang untuk memperebutkan caleg. Di Jerman, ini cukup sukses mengurangi jumlah partai dan mengurangi jumlah politik uang secara masif,” pungkasnya.