NKRINOW- Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam mengapresiasi langkah sejumlah ketua umum (ketum) partai yang mendorong politik santun. Salah satunya adalah Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan semangat partainya untuk mengedepankan politik yang santun dan damai.
Menurut Surokim, sudah semestinya semangat untuk menjaga stabilitas bernegara menjadi roh jelang tahun politik. “Perkembangan demokrasi digital dan kekuatan netizen membuat politik bisa menjadi begitu bebas, liar, tidak terkendali. Kalau dihubungkan dengan tantangan ke depan, maka diperlukan politik jalan tengah yang bisa memperkuat semangat kebangsaan dan semangat persatuan,” sebutnya.
Lebih lanjut Surokim mengatakan tahun politik kali ini lebih menantang karena ada potensi resesi ekonomi negara-negara besar dunia, yang mungkin berimbas ke Indonesia. “Sejauh ini potensi untuk politik sekadar berbeda selalu lebih maju. Sementara, tantangan ke depan terkait potensi resesi ekonomi dunia cukup mengkhawatirkan,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menegaskan partainya mengedepankan politik yang santun dan damai menjelang Pemilu 2024, untuk menjaga stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Golkar berupaya mengimplementasikan politik yang santun, damai, politik yang di tengah. Tidak di kiri, tidak di kanan. Kami perjuangkan NKRI serta perjuangkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (18/2/2023).
Beberapa pekan belakangan, sejumlah partai saling berkunjung dalam rangka silaturahmi, seperti Partai NasDem, PKB yang bertandang ke Golkar. Usai bertemu, para ketua umum parpol tersebut mengungkapkan harapannya untuk menjaga situasi politik tetap terkendali menjelang tahun politik.
Sementara itu, Firman Manan Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran menilai pesan politik beretika yang disampaikan Airlangga Hartarto bisa dimaknai secara eksternal dan internal. Secara eksternal, pesan itu bisa diartikan ditujukan untuk seluruh warga bangsa, dari para pemilih hingga para elite politik.
“Karena ini tahun politik, maka konteksnya memang terkait dengan persiapan menjelang Pemilu 2024, terutama Pilpres 2024,” terang Firman. Hal itu, kata Firman, berkaitan dengan pengalaman di dua pemilu sebelumnya (2014 dan 2019) yang sarat isu politik identitas, SARA, dan sampai terjadi pembelahan ekstrem di tingkat akar rumput.
“Jadi saya pikir membaca konteksnya Pak Airlangga ya tentu bicara etika politik dalam kontestasi menjelang Pemilu 2024,” tambahnya. Firman melanjutkan, pesan itu juga bisa dibaca sebagai pengingat untuk kader internal Golkar. Untuk berpolitik dengan cara-cara yang baik, santun, dan mengedepankan nilai demokrasi, dan itu tidak hanya berlaku untuk eksternal Partai Golkar.
Pesan itu bisa jadi dialamatkan untuk internal Golkar dalam menjalankan roda organisasi. “Saya pikir pesan itu juga ke internal Golkar. Bahwa secara internal, dalam berpartai itu harus menggunakan politik yang beretika,” pungkasnya.